Rabu, 24 September 2014

TAHU UNTUK TIDAK TAHU ????


TAHU UNTUK TIDAK TAHU ??????
Oleh. Misbah

Sekelumit contoh atas pengalaman penulis, “ ketika arus informasi dan teknologi memegang peranan penting dalam semua sendi kehidupan manusia dirasa tuntutan untuk mengetahui dunia komputerisasi begitu menggebu-gebu yang pastinya disaat ketidaktahuan sebagai sebab utamanya, hingga akhirnya dengan segala daya upaya ditititik awal gerbang pengetahuan komputerisasipun sedikit demi sedikit terbuka. Namun alangkah terperanjatnya ketika ada kemampuan atas dasar pengetahuan untuk  mengoperasikan sang komputer itu,  varian ketidaktahuan justru terhampar di sana, apa dan bagaimana microsoft office word, excell, corel powerpoint dan masih banyak lagi yang lainnya. Lebih sock lagi ketika bagaimana mengaplikasikan komputerisasi di dunia pendidikan yang merupakan salah satu alat atau media kekinian semakin terbentang panjang ketidaktahuan penulis. Inilah gambaran awal dari sebuah contoh kecil dan masih banyak contoh-contoh lain yang lebih dahsyat”.
Pada tataran empirik di sebahagian asumsi publik bahwa persoalan utama manusia adalah sejauhmna memajukan dan mengembangkan pengetahuan manusia sehingga mampu melahirkan konsep-konsep baru di bidang keilmuan yang akan menghantarkan eksistensi manusia sebagai penguasa bumi.
Dalam hal ini penulis punya anggapan dan tanggapan lain berkenaan hal tersebut yang pastinya berangkat dari apa yang dirasakan atas tahapan-tahapan pengalaman dimana kecenderungan yang memerlukan perhatian serius justru pada aspek ketidaktahuannya manusia bukan pada aspek pengetahuan manusia. Kenapa demikian ?, tak perlu menilik konsep barat, dalam Islam sendiri sudah jelas terkonsep dimana konsep tersebut (kejujuran bicara) menjadi foundasi adiluhung filosuf-filosuf barat inikah dia...IQRA bacalah ! ini jelas mengindikasikan bahwa manusia dilahirkan atas ketidaktahuan namun diberi perangkat guna mencari pengetahuan walaupun kemudian akan berakhir pula dengan ketidaktahuannya hingga akhir hayatnya dan proses tersebut akan terus berjalan. Diperjelas kemudian dengan sebuah hadits Rasulullah SAW, yang sangat populer dan familiar              ” menuntut ilmu dimulai dari ayunan hingga liang lahat” jelas ini proses tak terbantahkan bahwa selama hidupnya manusia akan merasa dituntut untuk menambah perbendaharaan pengetahuan sebagai bentuk kesadaran diri atas ketidaktahuannya dari sekian banyak varian keilmuan yang tak akan mampu terhitung olehnya dari banyaknya.
Dalam hal ini dapat ditarik benang merah, bahwa pengetahuan manusia bisa dikatakan terbatas sedangkan ketidaktahuan manusia tak terbatas, maka yang perlu mendapat porsi lebih sebagai prioritas garapan proses upaya pengembangan adalah adalah ketidaktahuannya. Sebagai apresiasi normatif dengan ketidaktahuannya manusia memiliki kewajiban bersyukur atas karuniaNya. Di lain sisi dapat pula dikatakan  ketidaktahuan yang tidak terbatas itu justru merupakan sumber segala pengetahuan manusia yang terbatas tadi. Berdasar asumsi ini, maka pengetahuan manusia dikatakan berkembang jika dapat menghadirkan fakta baru yang berbeda, baik secara spesifik disiplin keilmuan maupun secara komprehensip disiplin keilmuan dengan upaya yang serius. Artinya, upaya serius itu menjadi kata kunci dalam menghadirkan fakta lain untuk menguji pengetahuan yang pernah didapat, walaupun nanti akan dihadirkan kembali ketidaktahuan-ketidaktahuan lain yang menyertainya dan hal ini akan terus berproses hingga akhir hayat sebagai titik akhir atas ketidaktahuan manusia.  
Ada yang unik ketika kita menilik persepsi dan asumsi di ranah publik sering kita jumpai bahkan kita dengar suatu ungkapan dimana manusia yang memiliki banyak ketidaktahuan dikategorikan manusia “bodoh” (walaupun penulis pada dasarnya enggan mengatakan kalimat ini). Alangkah naifnya ketika hal ini justru menjadi rujukan di tingkat interaksi sosial, maka dengan tanggapan penulis ini harapannya ungkapan tersebut terbantahkan bahkan lambat laun hilang dari permukaan. Dalam hal ini lebih jelasnya ketidaktahuan bukan suatu kebodohan tetapi merupakan moment ketidakhadiran pengetahuan dan esensi ketidakhadiran pengetahuan tersebut sebagai kunci dan basicly spirit serta motivasi untuk melakukan langkah pada tataran proses belajar, belajar dan belajar.
Konsekuensinya, pendidikan tidak dimengerti sebagai proses menambah pengetahuan atau informasi, tetapi menyalurkan atau memberikan ruang bagi ketidaktahuan manusia agar menjadi tahu. Maka belajar bukanlah aktivitas menangkap dan mengoleksi informasi sebanyak-banyaknya secara pasif, tetapi merupakan usaha aktif untuk memecahkan persoalan dan teka-teki kehidupan (aspek ketidaktahuan) sehingga mendapatkan tambahan perbendaharaan pengetahuan di berbagai bidang dan lini disiplin keilmuan sebagai bentuk penegasan status manusia disamping sebagai abdullah juga sebagai khalifatu fi al ardh yang memiliki peran ganda terutama dalam pengolahan SDA guna memfasilitasi kelangsungan hidup manusia yang tentunya menuntut SDM yang berkualitas.
Sampai di sini bisa dikatakan bahwa konsep dan praksis pendidikan ternyata berada pada lingkaran proses bukan sebagai tujuan manusia dalam mengejar pintu TAHU untuk membuka gerbang TIDAK TAHU berikutnya, maka inilah salah satu bentuk pengejawantahan sebuah hadits Rasulullah SAW, “Menuntut ilmu wajib atas umat Islam (laki-laki dan perempuan )”.
Sehingga pada akhirnya, apapun asumsi yang berkembang di ranah publik – disadari atau tidak - akan senantiasa berkomparasi secara berimbang dan sekaligus akan berimbas pada praksis pendidikan yang saat ini berjalan. SEMOGA,. Wallahu alam bishshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar