Kamis, 25 September 2014
Rabu, 24 September 2014
TAHU UNTUK TIDAK TAHU ????
TAHU
UNTUK TIDAK TAHU ??????
Oleh.
Misbah
Sekelumit contoh atas pengalaman
penulis, “ ketika arus informasi dan teknologi memegang peranan penting dalam
semua sendi kehidupan manusia dirasa tuntutan untuk mengetahui dunia
komputerisasi begitu menggebu-gebu yang pastinya disaat ketidaktahuan sebagai
sebab utamanya, hingga akhirnya dengan segala daya upaya ditititik awal gerbang
pengetahuan komputerisasipun sedikit demi sedikit terbuka. Namun alangkah
terperanjatnya ketika ada kemampuan atas dasar pengetahuan untuk mengoperasikan sang komputer itu, varian ketidaktahuan justru terhampar di sana,
apa dan bagaimana microsoft office word, excell, corel powerpoint dan masih
banyak lagi yang lainnya. Lebih sock lagi ketika bagaimana mengaplikasikan
komputerisasi di dunia pendidikan yang merupakan salah satu alat atau media
kekinian semakin terbentang panjang ketidaktahuan penulis. Inilah gambaran awal
dari sebuah contoh kecil dan masih banyak contoh-contoh lain yang lebih
dahsyat”.
Pada tataran empirik di sebahagian
asumsi publik bahwa persoalan utama manusia adalah sejauhmna memajukan dan
mengembangkan pengetahuan manusia sehingga mampu melahirkan konsep-konsep baru
di bidang keilmuan yang akan menghantarkan eksistensi manusia sebagai penguasa
bumi.
Dalam hal ini penulis punya anggapan
dan tanggapan lain berkenaan hal tersebut yang pastinya berangkat dari apa yang
dirasakan atas tahapan-tahapan pengalaman dimana kecenderungan yang memerlukan
perhatian serius justru pada aspek ketidaktahuannya manusia bukan pada aspek
pengetahuan manusia. Kenapa demikian ?, tak perlu menilik konsep barat, dalam
Islam sendiri sudah jelas terkonsep dimana konsep tersebut (kejujuran bicara)
menjadi foundasi adiluhung filosuf-filosuf barat inikah dia...IQRA bacalah !
ini jelas mengindikasikan bahwa manusia dilahirkan atas ketidaktahuan namun
diberi perangkat guna mencari pengetahuan walaupun kemudian akan berakhir pula
dengan ketidaktahuannya hingga akhir hayatnya dan proses tersebut akan terus
berjalan. Diperjelas kemudian dengan sebuah hadits Rasulullah SAW, yang sangat
populer dan familiar ” menuntut
ilmu dimulai dari ayunan hingga liang lahat” jelas ini proses tak terbantahkan
bahwa selama hidupnya manusia akan merasa dituntut untuk menambah
perbendaharaan pengetahuan sebagai bentuk kesadaran diri atas ketidaktahuannya
dari sekian banyak varian keilmuan yang tak akan mampu terhitung olehnya dari
banyaknya.
Dalam hal ini dapat ditarik benang
merah, bahwa pengetahuan manusia bisa dikatakan terbatas sedangkan
ketidaktahuan manusia tak terbatas, maka yang perlu mendapat porsi lebih
sebagai prioritas garapan proses upaya pengembangan adalah adalah
ketidaktahuannya. Sebagai apresiasi normatif dengan ketidaktahuannya manusia
memiliki kewajiban bersyukur atas karuniaNya. Di lain sisi dapat pula
dikatakan ketidaktahuan yang tidak
terbatas itu justru merupakan sumber segala pengetahuan manusia yang terbatas
tadi. Berdasar asumsi ini, maka pengetahuan manusia dikatakan berkembang jika
dapat menghadirkan fakta baru yang berbeda, baik secara spesifik disiplin
keilmuan maupun secara komprehensip disiplin keilmuan dengan upaya yang serius.
Artinya, upaya serius itu menjadi kata kunci dalam menghadirkan fakta lain
untuk menguji pengetahuan yang pernah didapat, walaupun nanti akan dihadirkan
kembali ketidaktahuan-ketidaktahuan lain yang menyertainya dan hal ini akan
terus berproses hingga akhir hayat sebagai titik akhir atas ketidaktahuan
manusia.
Ada yang unik ketika kita menilik
persepsi dan asumsi di ranah publik sering kita jumpai bahkan kita dengar suatu
ungkapan dimana manusia yang memiliki banyak ketidaktahuan dikategorikan
manusia “bodoh” (walaupun penulis pada dasarnya enggan mengatakan
kalimat ini). Alangkah naifnya ketika hal ini justru menjadi rujukan di tingkat
interaksi sosial, maka dengan tanggapan penulis ini harapannya ungkapan
tersebut terbantahkan bahkan lambat laun hilang dari permukaan. Dalam hal ini
lebih jelasnya ketidaktahuan bukan suatu kebodohan tetapi merupakan moment
ketidakhadiran pengetahuan dan esensi ketidakhadiran pengetahuan tersebut
sebagai kunci dan basicly spirit serta motivasi untuk melakukan langkah pada
tataran proses belajar, belajar dan belajar.
Konsekuensinya,
pendidikan tidak dimengerti sebagai proses menambah pengetahuan atau informasi,
tetapi menyalurkan atau memberikan ruang bagi ketidaktahuan manusia agar
menjadi tahu. Maka belajar bukanlah aktivitas menangkap dan mengoleksi
informasi sebanyak-banyaknya secara pasif, tetapi merupakan usaha aktif untuk
memecahkan persoalan dan teka-teki kehidupan (aspek ketidaktahuan) sehingga mendapatkan
tambahan perbendaharaan pengetahuan di berbagai bidang dan lini disiplin
keilmuan sebagai bentuk penegasan status manusia disamping sebagai abdullah
juga sebagai khalifatu fi al ardh yang memiliki peran ganda terutama
dalam pengolahan SDA guna memfasilitasi kelangsungan hidup manusia yang
tentunya menuntut SDM yang berkualitas.
Sampai
di sini bisa dikatakan bahwa konsep dan praksis pendidikan ternyata berada pada
lingkaran proses bukan sebagai tujuan manusia dalam mengejar pintu TAHU untuk
membuka gerbang TIDAK TAHU berikutnya, maka inilah salah satu bentuk
pengejawantahan sebuah hadits Rasulullah SAW, “Menuntut ilmu wajib atas umat
Islam (laki-laki dan perempuan )”.
Sehingga
pada akhirnya, apapun asumsi yang berkembang di ranah publik – disadari atau
tidak - akan senantiasa berkomparasi secara berimbang dan sekaligus akan
berimbas pada praksis pendidikan yang saat ini berjalan. SEMOGA,. Wallahu alam
bishshawab.
PENGERTIAN DAN FUNGSI ORNAMEN
PENGERTIAN DAN FUNGSI ORNAMEN
Oleh. Misbah
Dikutip
dari buku :
Judul : Ornamen Nusantara (Kajian
Khusus tentang Ornamen Indonesia)
Pengarang : Drs. Aryo Sunaryo, M.Pd. Seni
Penerbit : Dahara Prize Semarang Jawa Tengah
Kata
ornamen berasal dari bahasa Latin ornare, yang berarti kata tersebut
berarti menghiasi. Menurut Gustami (1980) ornamen adalah komponen produk
seni yang ditambahkan atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Jadi,
berdasarkan pengertian itu, ornamen meruakan penerapan hiasan pada suatu
produk. Bentuk-bentuk hiasan yang menjadi ornamen tersebut fungsi utamanya
adalah untuk memperindah benda produk atau barang yang dihiasi. Benda produk
tadi mungkin sudah indah, tetapi setelah ditambahkan ornamen padanya diharapkan
menjadikannya semakin indah.
Kehadiran
sebuah ornamen tidak semata sebagai pengisi bagian kosong dan tanpa arti,
lebih-lebih karya-karya ornamen masa lalu. Bermacam bentuk ornamen sesungguhnya
memiliki beberapa fungsi, yakni :
- Fungsi murni estetis,
- Fungsi simbolis,
- Fungsi teknis konstruktif
Fungsi murni estetis,
merupakan fungsi ornamen untuk memperindah penampilan bentuk produk yang
dihiasi sehingga menjadi sebuah karya seni. Fungsi ornamen yang demikian itu
tampak jelas pada produk-produk keramik, batik, tenun, anyam, perhiasan,
senjata tradisional, peralatan rumah tangga, serta kriya kulit dan kayu yang
banyak menekankan nilai estetisnya pada ornamen-ornamen yang diterapkannya.
Fungsi simbolis,
pada umumnya dijumpai pada produk-produk benda upacara atau benda-benda pusaka
dan bersifat keagamaan atau kepercayaan, menyertai nilai estetisnya. Ornamen
yang menggunakan motif kala, biawak, naga, burung atau garuda misalnya,
pada gerbang candi merupakan gambaran muka raksasa atau banaspati sebagai
simbol penolak bala. Biawak sebagai motif ornamen dimaksudkan sebagai
penjelmaan roh nenek moyang, naga sebagai lambang dunia bawah dan burung
dipandang sebagai gambaran roh terbang menuju surga serta simbol dunia atas.
Pada gerbang Kemagangan di kompleks keraton Yogyakarta, misalnya, terdapat
motif hias berbentuk dua ekor naga yang saling berbelitan bagian ekornya.
Ornamen tersebut selain sebagai tanda titimangsa berdirinya keraton,
juga merupakan simbol bersatunya raja dengan rakyat yang selaras dengan konsep manunggaling
kawula-gusti dalam kepercayaan Jawa.
Fungsi
teknis konstruktif, yang secara struktural berarti
ornamen dapat digunakan sebagai penyangga, menopang, menghubungkan atau
memperkokoh konstruksi. Tiang, talang air dan bumbungan atap ada kalanya
didesain dalam bentuk ornamen, yang tidak saja memperindah penampilan karena
fungsi hiasnya, melainkan juga berfungsi konstruksi. Adanya fungsi teknis
konstruktif sebuah ornamen terkait erat dengan produk yang dihiasinya. Artinya,
jika ornamen itu dibuang maka berarti pula tak ada produk yang bersangkutan.
GLOSARIUM
Titimangsa : saat yang tepat, waktu
yang bertanda
DAFTAR
PUSTAKA
Gustami,
1980. Nukilan Seni Ornamen Indonesia. STSRI Yogyakarta
Senin, 22 September 2014
Minggu, 21 September 2014
Langganan:
Postingan (Atom)